Sabtu, 25 Agustus 2012

ASA JATMIKO : TERTAUT


Hampir seharian aku berasyik-masyuk di lingkungan sekolah itu. Sekolah yang merenggut usiaku, 3 tahun lamanya. Tapi tak ada penyesalan sedikit pun ketika usiaku direnggutnya. Karena dari sana, hidupku kemudian melesat, lebih berani menjalani waktu dan pengalaman hidup berikutnya.

Aku menyempatkan untuk berkeliling. Melongok ke ruang-ruang kelas dimana dulu kami pernah mencatat sejarah kami sendiri. Aku menjamah dinding-dindingnya. Dinding yang itu-itu jua, tapi yang pernah menegakkan semangat kami manakala jatuh di dalam cobaan.




Aku menyapa dengan beberapa batang pohon yang masih sisa. Aku mengenalnya, meski kulitnya telah keriput tua, meski batangnya doyong menahan usia. Aku kabarkan bahwa aku, kawan-kawan, semua dalam keadaan baik. Sebagaimana isyaratmu, ketika kau mati-matian menjulangkan tunasmu ke langit. Kami meninggalkanmu, waktu itu, untuk sebuah cita-cita. Dan aku gembira, ketika aku berbicara dan kau mengagguk, mendengar kisah-kisah kami dengan raut wajah haru.

Aku kembali jalan, seolah melanjutkan perjalanan menziarahi masa lalu di sekolah itu. Banyak yang berubah, katamu. Tapi aku bilang, kau tak berubah. Garis-garis wajahmu begitu kukenal. Sama sekali aku tak pangling padamu. Ruang aula, tempat kami saling kenalan untuk pertama kali; lapangan dengan rumput yang sama, tempat kita upacara dan latihan pramuka; ruang-ruang kelas yang memunculkan wajah kawan-kawanku di bangku masing-masing; juga mushala dimana aku pernah mengaso di sana seusai olah raga.

Bukankah aku masih mengenalmu? Ya, meskipun di beberapa sisi kau berbenah. Ya berbenah, bukan berubah.

Di sini, kenangan akan sepeda yang butut, kena marah guru, nakalnya tingkah kita, hingga cinta yang tertunda, tersimpan rapi. Tersimpan dalam memorial dinding yang seakan beku, dalam tarian daun-daun yang seakan tak menarik hati, di akar rumput yang bertanah di jiwa kita.

Matahari sudah bergeser ke barat. Cakrawala mengkanvas jingga. Temaram. Seperti sunyi yang terasa, ketika aku kau tinggalkan. Tuhan, di sini hatiku tertaut. Sungguh, aku kangen. Salam.


1 komentar: