SMPN 1 KEMANGKON
IKATAN ALUMNI 1990 SMPN 1 KEMANGKON, MERAJUT YANG TERBERAI -
Sabtu, 25 Agustus 2012
Wiwied Ardiyanti
Sukanto Wijaya
Ungkapan Seorang Hardiyanto Anto
sambil mimpi menata kembali hari2 ke depan...
setelah menumpahkan rindu dengan rekan-rekan tercinta,
juga seorang sahabat yang pernah singgah dan akan selalu di hati
semoga kalian semua bahagia..
setelah menumpahkan rindu dengan rekan-rekan tercinta,
juga seorang sahabat yang pernah singgah dan akan selalu di hati
semoga kalian semua bahagia..
ASA JATMIKO : TERTAUT
Hampir seharian aku
berasyik-masyuk di lingkungan sekolah itu. Sekolah yang merenggut usiaku, 3
tahun lamanya. Tapi tak ada penyesalan sedikit pun ketika usiaku direnggutnya.
Karena dari sana, hidupku kemudian melesat, lebih berani menjalani waktu dan
pengalaman hidup berikutnya.
Aku menyempatkan untuk berkeliling. Melongok ke ruang-ruang kelas dimana dulu
kami pernah mencatat sejarah kami sendiri. Aku menjamah dinding-dindingnya.
Dinding yang itu-itu jua, tapi yang pernah menegakkan semangat kami manakala
jatuh di dalam cobaan.
Aku menyapa dengan beberapa batang pohon yang masih sisa. Aku mengenalnya,
meski kulitnya telah keriput tua, meski batangnya doyong menahan usia. Aku
kabarkan bahwa aku, kawan-kawan, semua dalam keadaan baik. Sebagaimana
isyaratmu, ketika kau mati-matian menjulangkan tunasmu ke langit. Kami
meninggalkanmu, waktu itu, untuk sebuah cita-cita. Dan aku gembira, ketika aku
berbicara dan kau mengagguk, mendengar kisah-kisah kami dengan raut wajah haru.
Aku kembali jalan, seolah melanjutkan perjalanan menziarahi masa lalu di
sekolah itu. Banyak yang berubah, katamu. Tapi aku bilang, kau tak berubah.
Garis-garis wajahmu begitu kukenal. Sama sekali aku tak pangling padamu. Ruang
aula, tempat kami saling kenalan untuk pertama kali; lapangan dengan rumput
yang sama, tempat kita upacara dan latihan pramuka; ruang-ruang kelas yang
memunculkan wajah kawan-kawanku di bangku masing-masing; juga mushala dimana aku
pernah mengaso di sana seusai olah raga.
Bukankah aku masih mengenalmu? Ya, meskipun di beberapa sisi kau berbenah. Ya
berbenah, bukan berubah.
Di sini, kenangan akan sepeda yang butut, kena marah guru, nakalnya tingkah
kita, hingga cinta yang tertunda, tersimpan rapi. Tersimpan dalam memorial
dinding yang seakan beku, dalam tarian daun-daun yang seakan tak menarik hati,
di akar rumput yang bertanah di jiwa kita.
Matahari sudah bergeser ke barat. Cakrawala mengkanvas jingga. Temaram. Seperti
sunyi yang terasa, ketika aku kau tinggalkan. Tuhan, di sini hatiku tertaut.
Sungguh, aku kangen. Salam.
Langganan:
Postingan (Atom)